Selasa, 10 November 2020

Lamun (Seagrass)

 

Lamun (seagrass) salah satu tumbuhan yang termasuk dalam tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) kelas Monocotyledoneae yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal. Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut.

Lamun sering berupa hamparan, sehingga kita sebut padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun.

Komunitas padang lamun akan berinteraksi dengan biota yang hidup didalamnya dan dengan lingkungan sekitarnya membentuk Ekosistem Padang Lamun. Beberapa jenis biota yang hidup di padang lamun adalah ikan baronang, rajungan, berbagai jenis karang, dan sebagainya. Adapun lingkungan sekitar padang lamun termasuk lingkungan perairan, substrat di dasar perairan seperti pasir dan lumpur, dan udara. Ekosistem lamun umumnya berada di daerah pesisir pantai dengan kedalaman kurang dari 5 m saat pasang. Namun, beberapa jenis lamun dapat tumbuh lebih dari kedalaman 5 m sampai kedalaman 90 m selama kondisi lingkungannya menunjang pertumbuhan lamun tersebut.

Diseluruh dunia telah di identifikasi terdapat 60 jenis lamun. Di Indonesia terdapat 13 jenis lamun yang tersebar di hampir seluruh perairan Indonesia, dengan perkiraan luas 30.000 Km2. Ekosistem lamun di Indonesia biasanya terletak di antara ekosistem mangrove dan karang, atau terletak di dekat pantai berpasir dan hutan pantai.

 

 

Apa saja fungsi padang lamun ?

 

Fungsi lamun (Kikutchi, 1980 dalam Riniatsih, 2007) dan Bortone,2000 & Walker,dkk, 2001 dalam Rugebregt, 2015):

1.     Sebagai media untuk filtrasi atau menjernihkan perairan laut dangkal.

2.     sebagai penyedia tempat berlindung bagi biota-biota laut yang hidup di dalamnya,

3.     Sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi beberapa spesies biota laut,

Sebagai tempat mencari makan (feeding ground), , terutama duyung (Dugong dugon) dan penyu yang hampir punah.

4.     Sebagai tempat pemijahan (Spawning ground),

5.     Sebagai tempat benteng pertahanan (barrier) ekosistem terumbu karang dari ancaman pendangkalan (sedimentasi)

6.     Mengurangi besarnya energi gelombang di pantai dan berperan sebagai penstabil sedimen sehingga mampu mencegah erosi di pesisir pantai.

7.     Berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, kemampuan padang lamun menyerap CO2 sampai 1,9-5,8 mega ton karbon per tahun seluas  293.464 hektar. Pengendalian karbon ini 77 persen lebih banyak dari dari vegertasi yang ada di darat seperti hutan.

 

Mari lebih mengenal Lamun !

Berdasarkan morfologinya, lamun terdiri dari rhizome (rimpang), daun, dan akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizome dan akar inilah tumbuhan tersebut menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga tahan terhadap hempasan ombak dan arus. Lamun sebagian besar berumah dua, yaitu dalam satu tumbuhan hanya ada satu bunga jantan saja atau satu bunga betina saja. Sistem pembiakan bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air (hydrophilous pollination) dan buahnya juga terbenam di dalam air.

Tumbuhan ini memiliki beberapa sifat yang memungkinkan hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk berkembang biak secara generatif dalam keadaan terbenam, dan dapat berkompetisi dengan organisme lain dalam keadaan stabil ataupun tidak stabil pada lingkungan laut.

Menurut Fortes (1994) in Warastri (2009), kondisi ekosistem padang lamun di perairan Indonesia telah mengalami kerusakan sekitar 30-40%. Adapun kerusakan tersebut antara lain disebabkan  pengembangan wilayah, penangkapan ikan yang tidak ramah ikan dan pencemaran. Kerusakan akan berdampak kepada keanekaragaman dan juga perubahan luasaan (zonasi). Penambangan pasir, pengembangan wisata, pembangunan pemukiman di atas perairan dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan merupakan beberapa contoh pengembagan wilayah. Bagaimana mengatasinya?

 

Klasifikasi dan Karakteristik Tumbuhan Lamun

Di Indonesia ditemukan 13 jenis tumbuhan lamun yaitu Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, Halophila sulawesii, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isotifolium, Enhalus acoroides, Thallasodendron ciliatum.

Lamun termasuk Regnum Plantae, Divisio Spermatophyta (Magnoliophyta), Subdivisio Angiospermae, Classis Monocotyledoneae (Liliopsida), Ordo Alismatales (Helobiae), Familia Hydrocharitaceae, dan Cymodoceaceae.

Familia Hydrocharitaceae terdiri dari 3 genus yaitu Halophila, Thalassia, Enhalus. Sedangkan Familia Cymodoceacea terdiri dari 4 genus yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron. Karakterisitik setiap spesies lamun dijelaskan dibawah ini :

1.   Halophila minor, daunnya oval, ukuran kecil, letak daunnya berpasangan, tulang daun menyirip, tulang daun kurang dari 8, permukaan daun licin, pertumbuhan cepat, termasuk jenis pionir, hidup mendominasi daerah intertidal.

2.   Halophila ovalis, daunnya oval, letak daunnya berpasangan, tulang daun menyirip, tulang daun 8 atau lebih, permukaan daun tidak berambut, tiap nodus terdiri dari 2 tegakan, akar tunggal, dioecious, pertumbuhan cepat, jenis pionir, dominan di daerah intertidal.

3.   Halophila decipiens, daunnya cenderung oval-lonjong, ukuran kecil, daun berpasangan, permukaan daun berambut, tembus cahaya, daun tipis, 6-8 tulang daun , tepi daun bergerigi, rhizoma berbulu, tampak kotor karena sedimen menempel.

4.   Halophila spinulosa, daunnya lonjong, satu tangkai daun yang keluar dari rizoma terdiri dari beberapa pasang daun yang tersusun berseri, rhizoma tipis dan berkayu, membentuk padang lamun tunggal pada rataan terumbu karang yang rusak.

5.   Halophila sulawesii, lamun ini terbaru yang dideskripsikan oleh Jhon Kou 2007, mirip dengan Halophila ovalis, bedanya berumah satu (monoecious), tepi daun bergerigi halus, tumbuh pada pasir pecahan karang, tumbuh bersama dengan Halophyla decipiens dan Halodule uninervis.

6.   Thalassia hemprichii, ujung daun kasar dan membulat, ada garis atau bercak coklat pada helaian daun, panjang daun 5-20 cm, lebar 4-10 mm, akar tertutupi serat-serat kasar, bercabang, akar tidak berambut, rimpang berbuku-buku, tebal, berlimpah, dominan pada padang lamun campuran.

7.   Cymodocea rotundata, tiap daun halus dan licin, tidak bergerigi, akar bercabang, ada rambut akar, ada akar di antara tegakan, jumlah tulang daun 9-15 buah, lebar daun 4 mm, jarak antar nodus ± 1 cm, tiap nodus hanya ada 1 tegakan,  1 tegakan terdiri dari 3-4 helaian, terdapat di daerah intertidal, dekat hutan mangrove.

8.   Cymodocea serrulata, tepi daun bergerigi, jumlah tulang daun 13-17 buah, lebar daun ±1 cm. Tiap nodus hanya terdapat 1 tegakan,  1 tegakan terdiri dari 2-3 helaian, jarak antar nodus ± 2 cm, akar tiap nodus banyak dan bercabang terdapat di daerah intertidal, dekat hutan mangrove.

9.   Syringodium isotifolium, daun berbentuk silindris, terdapat ligula tiap nodus terdapat tunas yang tegak 2-3 helai tiap tegakan terdapat akar yang bercabang rhizoma tipis, bersifat herbaceous.

10. Enhalus acoroides, bentuk fisiknya paling besar, daun berwarna hijau pekat, daunnya panjang, ujung bulat,  pita, antara 30-150 cm, lebar ± 3 cm, tiap nodus hanya ada 1 tegakan, 1 tegakan terdiri dari 2-3 helaian, akar serabut, tidak bercabang. Tumbuh di daerah pasang surut.

11.  Thallasodendron ciliatum. Daun pita, terkumpul membentuk cluster. satu cluster (4-5 helai) daun terbentuk dari tangkai daun yang panjang dari rizoma.jumlah akar 1-5 pada tiap tegakan. Sering mendominasi daerah subtidal. Berasosiasi dengan terumbu karang.

12.  Halodule pinifolia, daun pipih, ukuran kecil, 1 tulang daun jelas, ujung daun membulat rizhoma halus pertumbuhannya cepat, jenis pionir jenis dominan di daerah intertidal.

13.  Halodule uninervis, daun pipih panjang, ukuran kecil, 1 tulang daun jelas, ujung daun trisula rizoma halus berbuku-buku,  dengan bekas daun menghitam tiap nodus  terdiri dari 1 tegakan tiap tangkai daun terdiri dari 1-3 helaian tiap nodus berakar tunggal atau banyak, tidak bercabang membentuk padang lamun tunggal pada rataan terumbu karang rusak.

Distribusi lamun dapat dikelompokan dalam beberapa zona yaitu : 1) Zona Halodule uninervis dengan kisaran distribusi sempit (narrow-leaf); 2) Zona Halophila dengan kisaran distribusi yang luas; 3) Zona Thalassia–Cymodocea Enhalus ( Fortes, 1990). Jumlah jenis lamun di perairan Indonesia sebanyak 12 spesies (Fortes, 1994). Namun demikian dengan ditemukannya jenis baru yaitu Halophila Sulawesi saat ini jumlah spesies lamun di perairan Indonesia sebanyak 13 spesies (Kuo, 2007 dalam Supriadi 2009).

Tabel 1. Mintakat atau Zonasi lamun

Genus

Habitat

 

Daerah antara air pasang rata2 perbani (mean high water neap) & air surut rata2 perbani (mean low water neap)

 

Daerah antara air pasang rata2 perbani (mean high water neap) & air surut rata2 perbani (mean low water neap)

Sublitoral atas (Upper Sublittoral)

 

Sublitoral bawah (Lower sublitoral)

 

Halodule

+

+

+

+

Cymodocea

-

+

+

-

Thalassia

-

+

+

-

Syringodium

-

+

+

-

Enhalus

-

+

+

-

Halophyla

+

+

+

+

Thalassodendron

-

-

+

+

 

Berdasarkan habitat tempat hidupnya lamun, spesies lamun dapat dikelompokkan dalam beberapa habitat yaitu habitat pasir, campuran pasir, patahan karang dan lumpur.

Tabel 2. Lamun pada habitat berbeda

Genus

Pasir

Campuran pasir

Patahan karang

lumpur

Cymodocea

Enhalus

-

Halodule

Halophila

-

Syringodium

-

 

Berdasarkan kedalaman, spesies lamun dapat ditemukan pada beberapa kedalaman yang berbeda yaitu kedalaman < 1 meter, 1-5 meter, dan 5-35 meter.

 

Tabel 3. Spesies lamun pada kedalaman yang berbeda

NO

SPESIES LAMUN

> 1 M

1 - 5 M

5-35M

1

Halodule pinifolia

Ö

-

-

2

Halodule uninervis

Ö

Ö

-

3

Halophila minor

Ö

Ö

-

4

Halophila ovalis

Ö

Ö

Ö

5

Thalassia hemprichii

Ö

Ö

Ö

6

Cymodocea rotundata

Ö

Ö

-

7

Cymodocea serrulata

Ö

Ö

-

8

Syringodium isotifolium

Ö

Ö

Ö

9

Enhalus acoroides

Ö

Ö

-

10

Thallasodendron ciliatum

-

Ö

Ö

11

Halophila desipiens

-

-

Ö

12

Halophila spinulosa

-

-

Ö

 

Kunci Untuk Lamun Indonesia (Den Hartog 1970; Phillips & Menez 1988)

1. a. Daun Pipih.........................................................................................................................2

    b. Daun berbentuk silindris ................................................................... Syringodium isoetifolium 

2. Daun bulat-panjang, bentuk seperti telur atau pisau wali.................................................Halophila

     a. Panjang helai 10-40 mm, punya 10-25 psg tulang daun...............................................H.ovalis

     b. Daun dengan 4-7 psg tulang daun ......................................................................................c

     c. Daun sampai 22 pasang, tangkai panjang.......................................................... H. Spinulosa

     d. Panjang helai 0,5-1,5 cm, psg daun dgn tegakan pendek.......................................... H. Minor         

     e. Daun dgn rambut pada bgn dorsal......................................................................H. decipiens

     f. Daun membujur spt garis, panjang 5-100 mm.......................................................................3

3. a. Daun berbentuk selempang yg menyempit pd bagian bawah …………...……..................... ….4

    b. Tidak seperti di atas...........................................................................................................6

4. Tulang daun tidak lebih dari 3. .....................................................................................Halodule

     a. Ujung daun membulat, ujung spt gergaji ...............................................................H. pinifolia

     b.Ujung daun seperti trisula ...................................................................................H. uninervis

        Tulang daun lebih dari 3......................................................................................................5

5. Jumlah akar 1-5 dgn tebal 0,5-2 mm, ujung daun seperti gigi...................Thalassodendron ciliatum

     Tidak seperti diatas................................................................................................Cymodocea

     a. Ujung daun halus, licin, tulang daun 9-15 ….........................................................C. rotundata

     b. Ujung daun seperti gergaji, tulang daun 13-17........................................................C. serrulata

6. a. Rimpang berdiameter 2-4 cm. akar tertutupi serat-serat kasar;

        panjang daun 8,5-30, lebar 4-10cm, ujung daun kasar dan     

        membulat...............................................................................................Thalassia hemprichii

    b. Rimpang berdiameter lebih 1 cm dengan rambut-rambut kaku;

        panjang daun 30-150 cm, lebar 13-17 mm, daun warna hijau

        pekat........................................................................................................Enhalus acoroides

 

 

Apa saja biota laut yang hidup di padang lamun?

 

            Padang lamun dalam fungsinya sebagai tempat perlindungan, tempat asuhan, tempat mencari makan dan tempat pemijahan, maka ditemukan hewan laut yang hidup di sekitar padang lamun, yaitu : Ikan pemakan lamun seperti ikan kakatua  dari suku Scaridae (Scarus spp), ikan baronang (Siganus sp.), ikan butana (Acanthurus babianus), Kyphosus sextatrix, K. incisor, Melichthys radula. Ikan yang mencari makan dan berlindung yaitu ikan gigi jarang (Choerodon anchorago), Pelates sp. Ikan yang berlindung di padang lamun dari predator yaitu ikan Atherina spp, Cheiloditrus orbicularis. Echinodermata yang hidup dan mencari makan yaitu bulu babi dan bintang laut. Selain itu, molusca seperti  lola (Truncus niloticus) dan batu laga (Turbo momuratus) juga dapat ditemukan di padang lamun. Crustacea seperti udang dan vertebrata seperti penyu hijau (Chelonia mydas) dan dugong (Dugong dugon) juga ditemukan di padang lamun.

 

Komunitas hewan dapat dibagi dalam unit struktur yaitu 1) Hewan yang hidup pada daun lamun adalah a) epifit dan mikro-meiofauna yang hidup pada daun lamun; b) hewan yang menempel pada daun; c) epifauna yang bergerak yang merayap pada daun lamun; dan d) hewan epifauna yang bergerak yang merupakan kelompok hewan yang hanya tinggal sesaat pada daun lamun. 2) Hewan yang menempel pada rimpang (rhizome), antara lain adalah polikhaeta dan amphipoda. 3) Hewan yang mempunyai pergerakan tinggi dan berenang di bawah atau antara daun, antara lain ikan, cumi (Cephalopoda) dan crustacea. Hewan yang hidup di atas atau di dalam sedimen (substrat), antara lain, beberapa epibentik dasar avertebrata (Azkab,2014).

Beberapa avertebrata laut mencari makan dan tinggal pada daun lamun seperti bulu babi yang memakan langsung  lamun. Sedangkan ikan (Scaridae, Acanthuridae), penyu, dan duyung yang merupakan hewan vertebrata  memakan lamun secara tidak langsung. Terlebih dahulu material lamun didekomposisi oleh beberapa larva dari Talitridae (Amphipoda) kemudian hasil dekomposisi dimakan oleh hewan tersebut. Selain itu, fitoplankton dan zooplankton meningkat kelimpahannya di daerah terumbu karang karena keberadaan serasah lamun (Azkab,2014).

Factor fisik kimia berupakan factor terpenting dalam mendukung dan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Dapat di lihat pada tabel 4 berikut :

 

Tabel 4. Parameter Fisik Kimia untuk Pertumbuhan Lamun

 

No

Parameter

Kisaran Optimum

Produktivitas

1

Suhu

28-30 0C

10-35 °C

2

Salinitas

24-35 0/00

42,5 0/00

3

Derajat keasaman (pH)

5,5 – 6,5

7,5 – 8,5

4

Kecerahan

90 meter

 

5

Kedalaman

30 meter

 

6

Substrat

Berlumpur-berbatu

 

 

 

Metode dan Analisis Data

 

Metode penelitian dan analisis data dalam penelitian lamun antara lain :

 

1.     Komposisi jenis lamun

Komposisi jenis lamun dapat diselesaikan dengan cara mengidentifikasi (penentuan, dan pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi), menginventarisasi (mengelompokan tumbuhan), mendeterminasi dengan menggunakan kunci determinasi( suatu proses yang digunakan untuk identifikasi tumbuhan yang belum diketahui namanya).

 

2.  Metode petak contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas menggunakan pendekatan petak contoh yang diletakan pada wilayah ekosistem tersebut. Ukuran  plot 1 x 1 m yang dibagi menjadi 25 sub petak berukuran 20 x 20 cm.

 

3.     Mintakat (Zonasi)

            Mintakat atau zonasi lamun dapat diteliti dengan menetukan posisi lamun pada perairan pantai (tabel 3)

 

4.   Kerapatan

Kerapatan spesies adalah  jumlah individu dari spesies ke-i persatuan luas tertentu (Odum, 1998), dengan rumus sebagai berikut :

 Di= Ni/A

Di = Kerapatan spesies (tegakan/m2)

Ni = Jumlah total tegakan spesies

A = Luas daerah yang disampling (m2)

Misalnya, pada luas plot 1 x 1 m2 akan diteliti kerapatan lamun pada plot tersebut, terlihat bahwa terdapat hanya 1 jenis lamun yang mendominasi yaitu jenis Enhalus acoroides, maka peneliti harus menghitung semua jumlah tegakan Enhalus acoroides pada plot tersebut.

Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatan. Sumber : Braun-Blanquet (1965) dalam Haris dan Gosari (2012)

Tabel 5. Skala kondisi padang lamun

Skala Kondisi (ind/m2)

Kerapatan

5

> 175 Sangat Rapat

4

125 – 175 Rapat

3

75 – 125 Agak Rapat

2

25 – 75 Jarang

1

< 25 Sangat Jarang

 

Kerapatan Relatif (RDi) adalah suatu perbandingan antara jumlah individu spesies dan jumlah total individu seluruh spesies. Tujuan menghitung kerapatan relatif adalah untuk mengetahui persentase kerapatan per spesies dalam total jumlah seluruh spesies (Odum, 1998).   

RDi= Ni/∑n x 100%

 

RDi   = Kepadatan relatif     

Ni      = Jumlah total tegakan spesies ke-i     

∑n     = Jumlah total individu seluruh spesies

5.     Frekuensi Spesies

Frekuensi spesies adalah peluang spesies ke-i ditemukan dalam petak contoh yang diamati dan bertujuan untuk mengetahui penyebaran jenis lamun tersebut dalam komunitas. Frekuensi spesies dihitung dengan rumus (Odum, 1998).

Fi= Pi/∑p

 

Fi = Frekuensi Spesies

Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies i

∑p = Jumlah total petak contoh

Frekuensi  Relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi species (Fi) dengan jumlah frekuensi semua spesies (∑Fi), yang bertujuan  untuk mengetahui presentase penyebaran jenis lamun tersebut dalam komunitas (Odum, 1998).    

                                    RFi= Fi/∑Fi x100%

 

RFi    =   Frekuensi Relatif

Fi       =   Frekuensi spesies ke-i                               

∑Fi    =   Jumlah frekuensi semua

 

6.     Estimasi Tutupan

a)     Penutupan spesies lamun diestimasi berdasarkan standar persentase penutupan yang digunakan dalam monitoring lamun Seagrass Watch (Shortet al, 2004).

b)    Penutupan jenis merupakan perbandingan antara luas area yang ditutupi oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area yang ditutupi lamun (Tuwo, 2011) :

Ci = ai/A

Ci = Penutupan jenis ke-i (%/m2)

ai = Luas total penutupan jenis ke-i (%)

A = jumlah total area yang ditutupi lamun (m2)

                                                 

% tutupan =jumlah penutupan lamun per kotak kecil/4

 

Tabel 6. Penilaian persentase penutupan  Lamun dalam Kuadrat Kategori

Kategori

Nilai Penutupan Lamun (%)

Penuh

100

¾ kotak kecil

75

½ kotak kecil

50

¼ kotak kecil

25

Kosong

0

 

Persentase penutupan lamun bertujuan untuk mengetahui kerapatan dan kondisi lamun dalam suatu plot/areal. Penutupan Relatif (RC) yaitu perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dan total penutupan seluruh jenis (Tuwo, 2011) :

RCi =  Ci/∑C

RCi = Penutupan relatif (%/m2)

Ci    = Penutupan jenis ke-i (%/m2)

∑C   = Penutupan seluruh jenis lamun (%/m2)

7.     Penyebaran

Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang secara horizontal. Penyebaran secara acak, seragam dan berkelompok. Indeks Penyebaran Morisita (Odum, 1993):


                                           

                                    Id = n ∑x2-N                                             

                                             N(N-1)

Id  = Indeks Penyebaran Morisita

n   = Jumlah plot

N  = Jumlah total individu dalam plot

  = Kuadrat  jumlah individu dalam plot

 

Kriteria penilaian pola sebaran :

Id = 1 ; pola penyebaran secara acak

Id > 1 ; pola penyebaran secara mengelompok

Id < 1 ; pola penyebaran secara seragam

 

8.     Indeks Nilai Penting

Indeks nilai Penting (INP), bertujuan untuk mengetahui peranan spesies lamun yang dominan di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies lainnya, semakin tinggi peranan spesies pada komunitas tersebut (Soegianto, 1997). Indeks nilai penting digunakan untuk menghitung keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas (Kordi, 2011) :

                                          INP = RD + RF + RC

 

9.     SDR

 

Standar Dominansi Ratio (SDR) adalah nilai rata-rata penjumlahan nilai penting dibagi banyaknya variabel yang dijumlahkan. Tujuannya yaitu untuk mengetahui presentase dominan dari komunitas lamun sesuai nilai Standar Dominasi Ratio (SDR) tidak pernah lebih dari 100%.       

                                                     SDR=INP/3 (%)

 

10.  Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis dihitung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Weaner (Odum, 1996) :

                                          H′ = Pi ln Pi

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon- Weaner

Pi = 𝑛𝑖/𝑁 (peluang spesies i dari total individu)

 

Indeks keanekaragaman ditentukan dengan kriteria (Bower, Zar and von Ende, 1977 dalam Bahtiar et al., 2009),

                  H’<1      = Keanekaragaman rendah

                  1<H’<3  = Keanekaragaman sedang

                  H’>3      = Keanekaragaman tinggi

 

11.  Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman lamun dapat dihitung dengan rumus (Odum, 1996) :

                                            e= H'/H max

 

            e  = Indeks keseragaman

            H’ = Indeks Keanekaragaman

            H max = Log2 (S)

            S = Jumlah spesies

 

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1 (Suryanti et al., 2014), kategori :

e < 0.4 = Keseragaman kecil;

           0,4 < e < 0.6 = Keseragaman sedang;

e > 0,6 = Keseragaman besar

 

12.  Indeks Dominansi

Rumus indeks dominansi Simpson, 1949 dalam Odum, 1996 :

                             

C= ∑(ni/N)2

   

                                

      C = Indeks dominansi

      ni = Jumlah individu spesies-i

      N = Jumlah individu seluruh spesies

 

Kategori indeks dominansi lamun dibagi atas 3 (Setyobudiandy, 2009 dalam Harpiansyah et al., 2014), yaitu :

      Kategori rendah  : 0,00 < C  ≤ 0,50

      Kategori  sedang : 0,50  < C  ≤ 0,75

      Kategori tinggi    : 0,75   < C  ≤ 1,00

 

Semoga bermanfaat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar